BEKERJA DARI HATI DENGAN STABIL
Oleh: Irvinto Dobiariasto
Pernah dimuat di MDI NEWS bulan April 2008
Sabtu kemarin saya mengantar istri ke salah satu laboratorium Prodia di Surabaya. Saya melihat motto baru service mereka yaitu memberikan pelayanan sepenuh hati. Saya bilang ke istri, “saya mau mengetes bagaimana hal itu diimplementasikan”. Saya mulai dengan pinjam alat tulis untuk isi kuesioner. Ia senyum dengan ramah sambil memberikan pinjaman. Belum hasilnya selesai saya melihat petugas administrasi meninggalkan saya. Saya berpikir, wah,..ini sudah tidak ok nih!! Namun pikiran saya keliru karena ternyata ia datang lagi membawa cenderamata buat saya. Surprise!!
Petugas-petugas front line ini bekerja keras melayani banyak orang yang sakit yang umumnya lebih sensitive dengan ramah dan senyum terkembang. Mereka berhasil memberikan ikatan emosional dengan konsumennya. Mereka adalah orang-orang biasa yang bekerja sepenuh hati, bekerja dengan komitmen. Mereka menurut saya telah menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Banyak yang mengucapkan terima kasih kepadanya selesai diperiksa termasuk saya dan istri yang baru pertama kali cek laboratorium. Saya pasti akan banyak bercerita ke teman-teman saya atas pelayanan yang saya terima.
Customer sendiri berasal dari kata custom yang artinya mempraktikkan kebiasaan. Dengan demikian customer (pelanggan) adalah seseorang yang terbiasa membeli dari kita selama periode waktu tertentu. Tanpa track record hubungan yang kuat dan pembelian berulang, mereka bukanlah pelanggan melainkan pembeli. Orang-orang di masa lalu termasuk orang tua saya sering mengajarkan untuk selalu kerja keras (hardwork). Mereka mencontohkan kepada saya bagaimana kerja itu berangkat pagi dan pulang larut malam terkadang sampai membawa tugas kantor ke rumah. Yang terlihat oleh saya adalah ketidaknyaman, wajah kuyu, dan beratnya melangkah meraih prestasi. Orang tua saya adalah tipe pekerja keras, yang rela bangun di malam hari, melayani dengan cepat, tetapi maaf, bekerja tanpa hati, tanpa interkoneksi antar batin, tak ada senyum dan perhatian, selain hanya memenuhi perintah dan tugas Terkadang saya mendengar orangtua saya mengeluh atas sikap atasannya yang pemarah dan arogan. Pertanyaan saya kenapa orang tua dalam bekerja tidak bisa menjaga emosinya dengan stabil sehingga bisa kerja dengan santai, hasil OK.
Yang perlu dipahami disini adalah kita perlu mengetahui wilayah-wilayah hidup yang membutuhkan situasi stabil dan meletakkannya dalam perspective yang proporsional sehingga heart work bisa diimplementasikan. Menurut Ubaydillah kestabilan terbagi atas tiga wilayah yaitu,
1. Internal
Rata-rata zone sentral manusia ada di wilayah hidup seperti fisik, mental, emosional, intelektual, spiritual, sosial dan finansial. Jika keseimbangan tidak terjadi di wilayah ini dapat dipastikan bahwa hidupnya akan mengalami berbagai kegoncangan. Sedangkan untuk menemukan kesimbangan harus diwujudkan ke dalam upaya untuk mengembangkannya ke dalam porsi yang dibutuhkan baik secara pribadi maupun di dalam organisasi.
2. Eksternal
Apakah anda memikirkan usaha gorengan dan krupuk dapat gulung tikar padahal banyak orang Indonesia suka gorengan dan krupuk? Tahun lalu pun kita belum berpikir ke arah itu. Namun sekarang orang terheran-heran pedagang krupuk, tahu dan gorengan saja sudah menjerit karena pembeli sedikit harga semakin melangit. Jadi sekuat apapun pribadi dan organisasi bahkan duniapun tidak akan sanggup menghentikan perputaran siklus eksternal. Strategi manajemen apapun bisa tiba-tiba dinyatakan tumpul oleh perubahan lingkungan dan persaingan. Sehingga kita bisa saja tiba-tiba terkena mental block. Seluruhnya terjadi berada di wilayah yang di luar kontrol kita tetapi memiliki implikasi terhadap kehidupan pribadi, sosial dan organisasi. Contoh sepele adalah fenomena kenaikan harga CPO dan harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini. Semula hanya orang tertentu yang merasa harus bingung menemukan pemecahannya. Tetapi karena belum ketemu juga solusinya, akhirnya berimbas ke mana-mana termasuk kenaikan kebutuhan pokok yang kita konsumsi sehari-hari.
Belajar dari gambaran tersebut, maka dibutuhkan feedback system. Di sinilah lahir potret pribadi antara yang reaktif dan proaktif; antara solution-based atau problem-based living. Reaktif adalah feedback yang tidak seimbang dan tidak proporsional. Katakanlah jika biasanya kita berangkat ke kantor bisa dengan nyaman namun saat musim hujan tiba dimana hujan terus mengguyur sepanjang hari dan akibatnya banjir dan macet dimana-mana. Bagi sebagian orang, hujan bisa menjadi masalah yang mempengaruhi bahagia atau nestapa padahal bisa jadi yang benar-benar dibutuhkan hanya sebuah payung, ponco, atau sebuah engrang seperti yang sering ditampilkan oleh salah satu pariwara sebuah brand rokok. Hujan, enjoy aja lagi.
3. Kualitas Ideal
Stabilitas adalah kualitas hidup dan karena berupa kualitas, maka ia berada di alam ideal, bukan realita. Maksudnya apa? Setiap pribadi dapat menjadikan keidealan sebagai acuan pencapaian atas sebuah target. Sebagai kualitas, keidealan merupakan achievement process, bukan one-off target. Cara yang kita gunakan lewat paradigma possibility, dan perbaikan yang berkelanjutan. Keidealan bukan dogma pasti, keniscayaan, atau realitas sebagai kepastian absolut. Sebab kenyataannya dunia selalu dan terus berubah. Selain kematian tidak ditemukan bentuk masa depan yang pasti.
Anda, saya dan para pemilik modal di Indonesia sering mengeluhkan masalah kualitas SDM rendah dan tidak tangguh. Mungkin ini ada juga imbas dari ketidakstabilan yang mengakibatkan sikap reaktif dan agresif sehingga senyumpun jadi amat mahal saat ini. Lihat dan temukan bentakan garang di terminal, teriakan bernada ancaman di stadion-stadion, pandangan kosong kekuatiran masa depan mereka. Dalam kondisi saat ini sungguh sulit mencari orang-orang yang mau bekerja dari hati dan senyum terkembang penuh.
Sebagai penutup, bagi anda yang bekerja di dunia HRD, saran saya jangan gegabah dalam merekrut SDM anda apalagi jika tuntutannya adalah SDM yang mampu memenangkan persaingan dan meraih pelanggan sebanyak mungkin. Stanley Gault mengatakan tidak ada rumus ajaib untuk tetap dekat dengan pelangan Anda. Pertimbangan dasarnya adalah waktu, usaha, komitmen dan tindak lanjut. Maka jika tidak dapat hari ini, jangan memaksakan diri harus ada. Organisasi kita yang tidak sabar pasti akan mendesak Anda agar buru-buru mengambil orang. Tetapi kalau Anda mau sedikit sabar, Anda mungkin akan mendapatkan orang-orang yang bukan cuma sekedar harus bekerja, namun memang benar-benar mau berkomitmen bekerja dengan sepenuh hati dan mengisi saat mereka kerja dengan senyum terkembang. Salam sukses.
Daftar Pustaka:
- Jill Griffin. 2005. Customer Loyalty - Menumbuhkan dan Mempertahankan Kesetiaan Pelangan. Erlangga.
- Ubaydillah AN. 2003. Menjaga Stabilitas Hidup. essay
Tidak ada komentar:
Posting Komentar